Profile | Andin Nesia, M.I.Kom | |
NIP : | 198206062006042001 | |
Jabatan Akademik : | Lektor / Penata / IIIc | |
Email : | [email protected] | |
Ruang Kerja : | FISIP UNTIRTA | |
Google scholar ID : | Scholar | |
Sinta ID : | Sinta | |
NIDN : | 00060682009 |
Andin Nesia, S.IK., M.I.Kom merupakan salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang mengampu mata kuliah Dasar Humas Manajemen Krisis, dan Marketing Public Relations. Andin mengawali karirnya sebagai dosen Untirta pada tahun 2006, beberapa bulan setelah lulus kuliah dari S1 Public Relations Universitas Sahid Jakarta. “Awalnya saya mau kerja kantor, karena ingin kerja memakai seragam kantor, tapi belum diterima dan langsung jadi dosen. Alhamdulillah, menjadi dosen waktunya fleksibel dan tidak terlalu mengikat seperti kantor pada umumnya, serta bisa berbagi ilmu dan hal baru itu menyenangkan,” ucap Andin. Kendati belum memiliki pengalaman kerja di bidang komunikasi, tetapi dengan terus menerus mempelajari Ilmu Komunikasi, Andin mampu mengatasi kesulitan pada saat mengajar. Terlebih kemudian dosen yang saat ini bersertifikat profesi Public Relations ini sering meneliti, menjadi pembicara dan mengikuti berbagai seminar, menjadikannya memiliki pengetahuan luas mengenai Public Relations. Karena senang belajar hal baru dan sharing knowledge” kata saat ditanya alasan menjadi dosen
Pendidikan dasar hingga menengah pertama dijalani di Cilegon, Lalu, ia melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMA) di SMAN 3 Bandung, yaitu SMA Negeri 3 Bandung. Pendidikannya tidak berhenti sampai SMA saja, karena ia melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Ia menyelasaikan S1 di Universitas Sahid Jakarta dengan jurusan public relations. Lalu, ia meraih gelar S2 di Universitas Padjajaran dengan jurusan magister public relations juga. Kemudian, saat ini ia sedang melanjutkan kuliah S3 di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jurusan komunikasi pembangunan. “Alasan utama saya adalah karena dosen diwajibkan memiliki gelar S2. Selain itu, karena saya juga senang sekolah lagi, karena dapat belajar hal dan ilmu baru,” ucap Andin mengenai alasan ia memilih melanjutkan pendidikan hingga S3.
Ketertarikan Andin berkuliah di bidang sosial atau komunikasi karena perempuan kelahiran tahun 1982 ini senang “ngobrol”. “Karena saya senang ngomong, ngobrol, jadi milih komunikasi. Lalu, pilih public relations karena pada saat itu populer di jurusan itu. Selain itu, karena saya juga tidak suka statistik dan angka-angka, jadi lebih memilih jurusan sosial,” ucap Andin.
Ia mengungkapkan ketulusannya terhadap pendidikan dengan terus belajar untuk mendapatkan ilmu dan wawasan yang baru, serta membagikan ilmu dan pengetahuan tersebut kepada mahasiswa dengan menjadi dosen. Selain senang menuntut ilmu, dalam hidupnya ia mengedepankan kejujuran.
Beliau mengaku saat awal menjadi dosen, ia mengalami kesulitan dikarenakan dasar yang ia miliki adalah komunikasi, bukan pendidikan. Ia kesulitan dalam cara menghadapi mahasiswa, sistem di kampus, dan lain-lain. Namun, seiring berjalannya waktu, ia sudah terbiasa dan tidak mengalami kesulitan yang berarti. Pada saat sudah berkeluarga, beliau hanya kesulitan dalam membagi waktu antara di kampus dan di rumah dan menjalankan dua peran yang berbeda sebagai dosen dan ibu rumah tangga.
Beliau tidak menjabat apapun secara struktural di Untirta, tetapi ia tergabung dalam lembaga di universitas, yaitu Puskap (Pusat Kajian Kebijakan Public) Fisip Untirta.
Andin telah meraih beberapa penghargaan sebagai pembicara atau speaker dan pengisi acara. Selain itu, ia juga memiliki sertifikasi kompetensi dalam bidang strategic public relations dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
“Karena senang belajar hal baru dan sharing knowledge,” ujar Andin saat ditanya alasan masih berkarir menjadi dosen hingga saat ini.
Cara mengajar yang Andin terapkan adalah bagaimana caranya supaya para mahasiswa mengerti tentang materi yang ia sampaikan. “Nilai itu nomor dua, yang penting paham,” ucapnya. Beliau sering mengajak mahasiswa untuk berdisuksi mengenai materi agar seluruh mahasiswa paham, namun ia menyampaikan bahwa mahasiswa sulit untuk diajak diskusi dan selalu terbatas.
[advanced_iframe src=”//sinta.kemdikbud.go.id/authors/profile/6016623/?view=googlescholar” width=”100%” height=”600″]